Rabu, 31 Agustus 2016

Tentang Ikhlas

Waktu terus berjalan, meninggalkan jejak ribuan kenangan. Banyak yang berubah, karena usia juga bertambah. Seorang ibu yang bertambah tua, memiliki beberapa anak yang juga semakin dewasa, bahkan anak-anaknya telah memiliki keluarga sendiri-sendiri dan membuat ibu itu kini dipanggil "nenek". Cucu-cucunya yang dulu sering beliau gendong, sering beliau ajak jalan-jalan, sering menelepon, kini juga sudah menginjak remaja dan memiliki dunia sendiri.
Beliau selalu menantikan hari raya lebaran, karena hanya pada saat itu anak-anak, menantu, dan cucunya dapat berkumpul di sebuah rumah yang sehari-harinya hanya ditempati oleh beliau seorang diri. Suasana keakraban dan kebahagiaan selalu menyertai keluarga besar itu. Beliau berharap agar hal seperti itu tidak pernah berakhir.

Namun, begitulah waktu, ia bisa mematahkan harapan siapapun tanpa peduli, siapa yang dipatahkan harapannya. Anak-anak beliau tinggal tersebar di beberapa kota. Dengan kesibukan yang makin bertambah, waktu untuk mengunjungi ibunya juga sering terhambat, pun ketika lebaran, kelengkapan keluarga besar sudah jarang terlihat.

Si nenek sangat merindukan anak-anak, menantu, dan cucunya, namun beliau berusaha mengerti kesibukan anak-anaknya.

Dan lagi-lagi sang waktu mampu membuat semua keadaan berubah. Si nenek mulai sakit-sakitan, membuat anak-anaknya kalang kabut harus membagi tugas antara mengurus ibunya atau pekerjaan yang selama ini menjadi tanggung jawabnya. Hingga pada suatu titik dimana si nenek harus tinggal bersama salah satu anaknya karena kesehatan yang kurang memungkinkan untuk tinggal sendiri.

Disinilah perubahan besar itu terjadi. Si anak merasa bahwa dengan membawa ibunya tinggal bersamanya, ibunya menjadi lebih nyaman dan tenang karena tidak sendiri, sehingga si anak bisa tetap bekerja. Namun ternyata, dugaan si anak tidak sepenuhnya benar, ibunya mengharapkan si anak dan cucunya bisa menemaninya setiap saat, namun si anak tidak mampu dan membuat si nenek merasa "kurang diperhatikan", akhirnya si nenek meminta untuk tinggal bersama anaknya yang lain. Hal yang sama pun terulang, selalu ada sesuatu yang membuat si nenek kurang betah tinggal bersama anaknya. Mungkin disinilah kebenaran kalimat dari seorang pepatah yang mengatakan bahwa, "seorang ibu mampu mengurus beberapa orang anaknya, namun beberapa orang anak belum tentu mampu mengurus seorang ibu".

Setelah beberapa kali berpindah tempat tinggal di rumah anak-anaknya, si nenek kembali ke rumah anaknya yang pertama kali ditinggali. Namun anaknya yang lain beberapa kali juga kerap mengunjungi si nenek yang berada di salah satu rumah anaknya.

Beberapa bulan pun berlalu, usia si nenek semakin senja dan membuatnya semakin membutuhkan perhatian lebih.

Si anak berusaha memberikan perhatian yang lebih terhadap ibunya. Tanpa disadari, si cucu merasa "cemburu" terhadap apa yang dilakukan oleh orang tuanya terhadap neneknya. Si cucu sering dilibatkan dalam mengurusi si nenek, namun si cucu masih sering belum sepenuh hati melakukan tugasnya.

Pertikaian kecil sering mewarnai kehidupan si anak dan si cucu. Si anak merasa bahwa si cucu sudah besar sehingga harus mampu mengurus dirinya sendiri dan membantu mengurus si nenek, namun si cucu merasa bahwa si nenek memiliki beberapa orang anak, namun mengapa hanya orang tuanya yang mengurus si nenek? Anak-anak si nenek yang lain juga tidak terlalu terlihat dalam mengurusi si nenek. Meskipun salah seorang anak si nenek yang lain juga kerap mengunjungi si nenek, barang satu malam saja. Si cucu juga sadar, berpikiran seperti itu merupakan keegoisan yang sangat besar. Orang tua memang sudah selayaknya diperhatikan dengan baik, karena beliau juga sangat memperhatikan orang tuanya dengan baik, dahulu.

Hingga pada suatu malam, keluarga ini melakukan perjalanan untuk pergi ke rumah si nenek karena si nenek sangat rindu dengan rumahnya. Dalam perjalanan, si nenek mengeluhkan bahwa beliau mual, sakit perut, dan ingin teh panas dan si anak meresponnya dengan baik. Saat itu pula, si cucu juga merasakan mual. Sampai dirumah si nenek,  si cucu langsung keluar, duduk di teras, untuk mencari angin segar. Si anak yang mengangkat tas si nenek meminta si cucu untuk membukakan pintu.

Ketika semua sudah selesai dan si nenek sudah beristirahat, si anak berkata pada anaknya (si cucu),
"Jadi orang jangan egois, jangan mentingin diri sendiri, bantu orang lain", si cucu pun menjawab,  "aku tadi mual", dan tanpa disangka, si anak malah menjawab, "pokoknya jangan mentingin diri sendiri, dibuat jalan aja, ntar juga hilang mualnya". Fix, kalimat itu mampu meruntuhkan perasaan si cucu dengan sempurna. Dengan perasaan kesal karena merasa orang tuanya lebih peduli dengan neneknya, si cucu mengatakan, "kalo nenek yang ngeluh, pasti nggak disuruh apa-apa", si anak yang juga kesalpun langsung menjawab, "emang kok, perhatian cuma buat nenek, nggak perhatian ke kamu. Enak kan jadi nenek". Si cucu langsung menjawab kembali, "ya, mengambil semua perhatian". Dan si anak hanya diam.



"Ikhlas memang tidaklah mudah. Benar-benar membutuhkan hati yang tulus dalam menggapai ridla Allah Swt."