Minggu, 04 Desember 2016

Hai hati

Hai hati
Ingatkah kau dengan hari ini?
Hari dimana saat kita terpatri

Hai hati
Izinkan aku bermimpi
Kita menari diatas pelangi

Hai hati
Mengapa kau pergi?
Izinkan aku mengikuti

Hai hati
Kau tau aku tak mampu sendiri
Tapi kau biarkan aku tetap disini

Hai hati
Masihkah kau mengakui
Bahwa masih ada janji yang harus ditepati

Hai hati
Hujan ini jadi saksi
Akan kerinduan yang tak pernah berhenti

Hai hati
Izinkan aku menanti
Hingga kau datang kembali

Jumat, 14 Oktober 2016

Perjalanan

Istana ini milik dua kepala
Dua kepala dengan ribuan perbedaan
Namun, bukan berarti tidak bisa disatukan bukan?

Hidup ini tentang perjalanan
Perjalanan jauh menuju keabadian
Dan kamu, imam perjalanan yang aku istikharahkan

Harapan adalah kekuatan
Keputusan adalah kepastian
Ketika keputusan sesuai dengan harapan, itulah kebahagiaan

Kerikil di jalanan
Ombak di lautan
Bumbu-bumbu perjalanan

Satu nama di setiap doa
Pun tak berubah pengharapannya
Dari awal berjumpa, hingga nanti masanya tiba

Sejatinya, perjalanan ini bukan soal sama atau tidaknya dua kepala, namun bagaimana dua kepala bersinergi untuk tujuan yang diharapkan.

Sabtu, 24 September 2016

Sembarang Kata

Seperti kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, waktu ini juga terus bergerak. Pelan tapi pasti, tanpa istirahat dengan alasan kelelahan.
Seperti mentari pagi yang terbit menyinari, tanda hari baru telah diawali. Memberi semangat hati, untuk menjadi makhluk yang lebih baik lagi.
Terlukis jejak kenangan yang ditinggalkan, tanpa mampu untuk dilupakan, hingga memperlebar ruang kerinduan.
Jarak itu pasti. Ratusan kilometer terhampar, bukan lagi persoalan besar. Terbentang luas harapan dan doa yang mampu tersampaikan, bersamaan dengan mengalirnya tetes air mata dalam sepertiga malam. Kata "Rindu" selalu terucap berulang dalam setiap kesempatan. Permohonan sederhana, agar kata itu sampai pada pemiliknya.
Cinta itu kekuatan yang mendasar
Cinta itu harapan yang mengembang
Cinta itu doa yang di istikharahkan
Cinta itu kelebihan yang menutup kekurangan
Cinta itu ingkar yang menjadi iman
Cinta itu kufur yang menjadi syukur
Cinta itu maksiat yang menjadi ibadah
Cinta itu haram yang menjadi halal
Cinta itu indah, bila digantungkan pada yang Maha Indah
Cinta itu tidak akan pernah salah, bila di pasrahkan pada yang Maha Benar
Cinta, bukan hanya sembarang kata. Bukan pula untuk sembarang manusia. Karena Dia Maha Tahu, cinta ini milik siapa dan tak lupa, tulang rusuk akan bertemu dengan tulang punggungnya. Hanya saja, tunggu tanggal mainnya.

Minggu, 11 September 2016

Kamu

Jarak yang terbentang
Terbalut dinginnya malam
Terkenang kembali
Kau yang selalu terharapkan
Kapan pulang?
Gundah ini semakin tajam
Menunggu yang tercinta tuk segera datang
Cerita ini sukar ku tebak
Alur yang berliku
Berisi rancangan indah nan tak terduga
Laksana siap meledak di suatu masa
Rindu ini indah
Berbaur menjadi satu
Dalam barisan doa setiap sembahku
Sayang ini mengakar
Kuat menancap hingga palung hati terdalam
Cinta ini semangat
Bagai mentari yang bersinar
Membawa harapan setiap pagi
Jarak
Gundah
Rindu
Sayang
Cinta
Semua tersusun rapi
Terbungkus manis
Menyatu sempurna
Kamu

Rabu, 31 Agustus 2016

Tentang Ikhlas

Waktu terus berjalan, meninggalkan jejak ribuan kenangan. Banyak yang berubah, karena usia juga bertambah. Seorang ibu yang bertambah tua, memiliki beberapa anak yang juga semakin dewasa, bahkan anak-anaknya telah memiliki keluarga sendiri-sendiri dan membuat ibu itu kini dipanggil "nenek". Cucu-cucunya yang dulu sering beliau gendong, sering beliau ajak jalan-jalan, sering menelepon, kini juga sudah menginjak remaja dan memiliki dunia sendiri.
Beliau selalu menantikan hari raya lebaran, karena hanya pada saat itu anak-anak, menantu, dan cucunya dapat berkumpul di sebuah rumah yang sehari-harinya hanya ditempati oleh beliau seorang diri. Suasana keakraban dan kebahagiaan selalu menyertai keluarga besar itu. Beliau berharap agar hal seperti itu tidak pernah berakhir.

Namun, begitulah waktu, ia bisa mematahkan harapan siapapun tanpa peduli, siapa yang dipatahkan harapannya. Anak-anak beliau tinggal tersebar di beberapa kota. Dengan kesibukan yang makin bertambah, waktu untuk mengunjungi ibunya juga sering terhambat, pun ketika lebaran, kelengkapan keluarga besar sudah jarang terlihat.

Si nenek sangat merindukan anak-anak, menantu, dan cucunya, namun beliau berusaha mengerti kesibukan anak-anaknya.

Dan lagi-lagi sang waktu mampu membuat semua keadaan berubah. Si nenek mulai sakit-sakitan, membuat anak-anaknya kalang kabut harus membagi tugas antara mengurus ibunya atau pekerjaan yang selama ini menjadi tanggung jawabnya. Hingga pada suatu titik dimana si nenek harus tinggal bersama salah satu anaknya karena kesehatan yang kurang memungkinkan untuk tinggal sendiri.

Disinilah perubahan besar itu terjadi. Si anak merasa bahwa dengan membawa ibunya tinggal bersamanya, ibunya menjadi lebih nyaman dan tenang karena tidak sendiri, sehingga si anak bisa tetap bekerja. Namun ternyata, dugaan si anak tidak sepenuhnya benar, ibunya mengharapkan si anak dan cucunya bisa menemaninya setiap saat, namun si anak tidak mampu dan membuat si nenek merasa "kurang diperhatikan", akhirnya si nenek meminta untuk tinggal bersama anaknya yang lain. Hal yang sama pun terulang, selalu ada sesuatu yang membuat si nenek kurang betah tinggal bersama anaknya. Mungkin disinilah kebenaran kalimat dari seorang pepatah yang mengatakan bahwa, "seorang ibu mampu mengurus beberapa orang anaknya, namun beberapa orang anak belum tentu mampu mengurus seorang ibu".

Setelah beberapa kali berpindah tempat tinggal di rumah anak-anaknya, si nenek kembali ke rumah anaknya yang pertama kali ditinggali. Namun anaknya yang lain beberapa kali juga kerap mengunjungi si nenek yang berada di salah satu rumah anaknya.

Beberapa bulan pun berlalu, usia si nenek semakin senja dan membuatnya semakin membutuhkan perhatian lebih.

Si anak berusaha memberikan perhatian yang lebih terhadap ibunya. Tanpa disadari, si cucu merasa "cemburu" terhadap apa yang dilakukan oleh orang tuanya terhadap neneknya. Si cucu sering dilibatkan dalam mengurusi si nenek, namun si cucu masih sering belum sepenuh hati melakukan tugasnya.

Pertikaian kecil sering mewarnai kehidupan si anak dan si cucu. Si anak merasa bahwa si cucu sudah besar sehingga harus mampu mengurus dirinya sendiri dan membantu mengurus si nenek, namun si cucu merasa bahwa si nenek memiliki beberapa orang anak, namun mengapa hanya orang tuanya yang mengurus si nenek? Anak-anak si nenek yang lain juga tidak terlalu terlihat dalam mengurusi si nenek. Meskipun salah seorang anak si nenek yang lain juga kerap mengunjungi si nenek, barang satu malam saja. Si cucu juga sadar, berpikiran seperti itu merupakan keegoisan yang sangat besar. Orang tua memang sudah selayaknya diperhatikan dengan baik, karena beliau juga sangat memperhatikan orang tuanya dengan baik, dahulu.

Hingga pada suatu malam, keluarga ini melakukan perjalanan untuk pergi ke rumah si nenek karena si nenek sangat rindu dengan rumahnya. Dalam perjalanan, si nenek mengeluhkan bahwa beliau mual, sakit perut, dan ingin teh panas dan si anak meresponnya dengan baik. Saat itu pula, si cucu juga merasakan mual. Sampai dirumah si nenek,  si cucu langsung keluar, duduk di teras, untuk mencari angin segar. Si anak yang mengangkat tas si nenek meminta si cucu untuk membukakan pintu.

Ketika semua sudah selesai dan si nenek sudah beristirahat, si anak berkata pada anaknya (si cucu),
"Jadi orang jangan egois, jangan mentingin diri sendiri, bantu orang lain", si cucu pun menjawab,  "aku tadi mual", dan tanpa disangka, si anak malah menjawab, "pokoknya jangan mentingin diri sendiri, dibuat jalan aja, ntar juga hilang mualnya". Fix, kalimat itu mampu meruntuhkan perasaan si cucu dengan sempurna. Dengan perasaan kesal karena merasa orang tuanya lebih peduli dengan neneknya, si cucu mengatakan, "kalo nenek yang ngeluh, pasti nggak disuruh apa-apa", si anak yang juga kesalpun langsung menjawab, "emang kok, perhatian cuma buat nenek, nggak perhatian ke kamu. Enak kan jadi nenek". Si cucu langsung menjawab kembali, "ya, mengambil semua perhatian". Dan si anak hanya diam.



"Ikhlas memang tidaklah mudah. Benar-benar membutuhkan hati yang tulus dalam menggapai ridla Allah Swt."

Selasa, 05 Juli 2016

Kisah Lebaran

Lebaran merupakan momen yang indah. Selalu ada cerita di setiap tahunnya, selalu ada harapan dalam setiap penantian kedatangannya, dan selalu ada kebahagiaan dan kesedihan dalam dinamikanya.

Sama seperti lebaranku tahun lalu, memiliki kisah indah karena masih diberi kesempatan untuk merasakan macetnya perjalanan mudik, bahagianya bertemu keluarga besar dan saudara-saudara.

Namun ada satu sisi yang tetap tidak bisa aku kesampingkan, bayangan tentang seseorang yang harus pergi untuk menuntut ilmu di luar kota, terus menggangguku. Tapi aku tahu bahwa hal itu pasti terjadi. Aku melepasnya dengan secercah harapan, bahwa lebaran tahun depan, kami bisa bertemu kembali.

Satu tahun telah berlalu, banyak yang berubah dengan hidupku. Dari anak SMA dan sekarang sudah menjadi mahasiswa, dari yang dulu hanya merasakan libur semester selama 3 minggu dan sekarang bisa merasakan libur semester selama 3 bulan dengan oleh-oleh tugas yang menumpuk, dari yang dulu pulang sekolah pada sore hari dan sekarang pulang dari kampus malam hari. Namun ada satu hal yang tidak pernah berubah: harapanku.

Manusia memang boleh berharap, namun tetap Allah yang menentukan. Mungkin belum saatnya untuk bertemu.


Satu tahun lagi tanpa kamu, apa aku bisa?

Senin, 04 Juli 2016

Selamat Lebaran 1437 H

Allahuakbar...
Allahuakbar...
Laailaahaillallahuwallahuakbar...
Allahuakbar wa lillahilhamd...

Insyaallah, tidak lebih dari 24 jam lagi, gema takbir ini akan menghiasi pendengaran kita, tanda bahwa hari kemenangan akan segera datang.
Baju lebaran, pulang kampung, makanan, sudah disiapkan jauh sebelum hari kemenangan ini datang. Banyak pengorbanan yang dilakukan, banyak kebahagiaan yang ditampilkan. Para perantau dengan semangat empat-lima berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halaman, rasa rindu yang sudah tak terbendung, akan segera tersampaikan.
Ada yang berusaha pulang kampung, namun ada juga yang masih sibuk dengan urusan dunianya. Pulanglah, keluargamu merindukanmu dirumah. Mungkin bisa dengan telepon, namun percayalah itu bukan pengobat rindu, karena obat rindu hanyalah bertemu.
Para mahasiswa yang menuntut ilmu jauh dari rumah, sangat menantikan hari-hari ini. Dimana ia bisa melepas lelah dirumah, dimana ia bisa melepas rindu setelah berbulan-bulan tidak bertemu keluarga, dimana ia bisa makan dengan lahap tanpa harus memikirkan "besok aku makan apa ya?". Bukankah zona paling nyaman dari semua zona nyaman yang ada adalah keluarga?
Untuk ayah, bunda, dek Abi, dan dek Fia, aku bahagia menjadi bagian dari kalian. Terima kasih untuk kasih sayangnya selama ini.
And special thanks to Allah, i have them.
Selamat menyambut lebaran,
Taqabbalallahu minna wa minkum
Minal aidzin wal faizin

Minggu, 13 Maret 2016

Aku Rindu

Ketika dua orang saling mencintai namun harus terpisah oleh jarak, hanya satu yang dapat dirasakan: rindu. Karena rindu, aku bisa belajar bagaimana menjaga cinta itu agar selalu ada, bahkan terus tumbuh. Karena rindu, aku bisa belajar bagaimana cara memelukmu dari jauh: lewat doa. Karena rindu, aku bisa belajar untuk lebih dekat dengan Allah: memintaNya menjagamu untukku. Rindu juga mengajarkanku bahwa, semakin jauh jarak yang memisahkan, semakin lama detik berputar untuk menunggu, maka semakin bahagia ketika bertemu.
 
Jauh bukan berarti tidak peduli, karena perhatian sekecil upil di hidung akan menjadi gunungan emas ketika sedang merindu. Rindu bukan berarti sendu, jadikan rindu sebagai penyemangat untuk menunggu. Sembari menunggu, gunakan waktu untuk perbaiki kalbu.

Jauh-dekat hanyalah jarak raga, namun ketika sudah berbicara soal “rindu”, masihkah mampu terpisah oleh jarak? Bukankah doa mampu menembus jarak, ruang, dan waktu? Entah siapa yang merasakan terlebih dahulu, apakah hati, pikiran, atau sekedar keinginan untuk bertemu, yang jelas rindu ini milikmu. Tanpamu semua berbeda, aku tahu kamu bukan segalanya, namun bagiku, kamu adalah pelengkap. Seperti masakan tanpa bumbu, bukan tidak bisa dimakan, namun terasa kurang nikmat.

Untukmu yang berada lebih dari 700 kilometer dariku, aku rindu.